Kekuatan Seorang Anak

Seorang anak perempuan mendatangiku saat jam istirahat, “Bu, kepalaku pusing,” adunya sambil menggengam tanganku dan meletakkannya ke dahinya yang putih.

“Sayang, badanmu panas nih, tadi pagi Mami sudah kasih obat belum?” tanyaku khawatir.

“Mami pergi ke luar kota sejak Jumat,” jawabnya sambil terbatuk dan lemas.

“Tumben Mami pergi lama, udah hampir seminggu dong?” lanjutku penasaran, “kamu enggak protes? Kangen enggak ditinggal Mami?” godaku lagi padanya sambil memandang lekat-lekat wajah cantiknya.

“Kangen sih, tapi Mami mengejekku. Kata Mami, aku pilih Mami kerja atau aku enggak bisa sekolah,” cetusnya datar membuatku terkejut. Belum sempat aku menanggapi, dia meneruskan lagi kalimat-kalimat lugunya.

“Papi ma Mami berantem. Mami disuruh berhenti kerja daripada aku enggak diurus. Tapi akhirnya Papi yang ngurus aku karena Mami tetap kerja.”

“Siapa yang siapin sarapanmu pagi ini?”

“Ada pembantu baru di rumah, tapi aku enggak selera makan karena pusing,” lanjutnya lagi menerangkan. Pada hari biasa, terkadang papinya yang membuatkannya sarapan bagi anak-anaknya. Dan ini lazim dilakukan oleh para bapak, saat istrinya pergi bekerja. Beberapa anak bahkan mengaku lebih menyukai masakan bapaknya daripada sang ibu sendiri.

Umur muridku saat itu baru sepuluh tahun, kelas 4 SD, dan dengan mudahnya dia bercerita tentang keluarganya yang sedang berkonflik. Entah ia mengerti atau tidak bahwa apa yang ia ceritakan tadi adalah sebuah masalah rumah tangga, yang harusnya hanya diketahui oleh pasangan suami-istri saja. Bukannya terdengar oleh anak, terekam di benak anak, dan menjadi sebuah ingatan yang mengganggu anak-anak.

“Sayang, Mami bukan mengejek kamu. Tapi memberi kamu pilihan. Sama seperti Bu Kinur kasih pilihan, mau membaca buku atau bermain saat istirahat. Itu namanya pilihan, bukan ejekan,” jelasku padanya sambil menahan gemuruh di hati.

Setelah aku selesai berbicara dengan muridku, segera aku telepon maminya untuk mengabarkan keadaan muridku. Maminya panik setelah mengetahui anak kesayangannya sakit saat berada jauh darinya. Segera kuyakinkan padanya kalau anaknya hanya menderita demam dan batuk. Maminya pun kemudian menelpon suaminya yang segera menjemput muridku beberapa saat kemudian. Kebetulan papinya bekerja dari rumah dan hanya butuh sesekali pergi ke kantor ketika sudah menyelesaikan pekerjaannya. Dengan sabar papinya mengecek keadaan putrinya dan menggandeng tangan putrinya sembari menuruni tangga.

Orang tuanya, khususnya Maminya, sebenarnya sangatlah protektif saat mengasuh murid kesayanganku yang satu ini. Baru-baru ini saja maminya memutuskan bekerja setelah sekian tahun berhenti berkarier sejak melahirkan. Bahkan mereka sepakat mengasuh anak bersama-sama tanpa bantuan baby sitter semenjak anaknya berumur lima tahun. Hal ini disebabkan oleh ketidakpercayaan kedua orang tuanya terhadap jasa baby sitter, setelah mendapati baby sitter pertama mereka melakukan tindak kekerasan terhadap anak.

Mulai dari mengerjakan pekerjaan rumah hingga mengasuh kedua anak, mereka lakukan secara bergantian hingga muridku berumur sepuluh tahun. Kehidupan pasangan suami-istri tergolong berkecukupan sebenarnya meski istrinya tidak bekerja. Tapi, lagi-lagi maminya memutuskan bekerja mungkin karena mempertimbangkan usia anaknya yang semakin besar, dan bisa ditinggal bekerja.

Jenuh dengan rutinitas pekerjaan rumah tangga, ingin mencapai karier seperti saat belum menikah, dan mencari ilmu lagi biasanya merupakan bagian dari sekian alasan yang digunakan oleh para ibu untuk kembali bekerja. Tak ada pilihan yang salah memang, karena setiap keputusan selalu diharapkan membawa kebaikan bagi si pengambil keputusan. Hanya saja yang perlu diperhatikan adalah tanggung jawab bagi setiap peran yang telah melekat pada si pengambil keputusan. Dalam kasus ini, khususnya pada ibu yang kembali bekerja. Jangan sampai niat baiknya untuk menumbuhkan kebaikan di luar rumah, mengabaikan tugasnya sebagai seorang ibu, dan membuat jarak hubungannya dengan si anak, hingga mengabaikan jiwa yang sedang bertumbuh dari anaknya.

Komunikasikan kondisi ibu bekerja pada anak dengan bahasa yang mudah dimengerti. Setiap anak adalah pendengar yang baik, sedikit-banyak mereka mampu memahami apa yang terjadi di dalam keluarga, termasuk ketika bapak dan ibunya sedang bertengkar. Untuk hal yang satu ini, mohon para orang tua dengan bijak membicarakan setiap permasalahan rumah tangga tidak di hadapan anak. Seringkali orang tua mengabaikan hal ini dengan alasan, anak yang masih kecil tidak akan paham apa-apa yang orang tua mereka bicarakan. Ini merupakan sebuah kesalahan yang tidak layak diteruskan.

Jika ibu terpaksa bekerja, carilah kegiatan yang memungkinkan anak tetap merasa dekat dengan ibunya. Dengan menyelipkan pesan kepada anak di bekal makanan mereka dan menyempatkan bicara pada anak sesibuk apa pun saat berada di rumah. Rawatlah jiwa mereka yang sedang bertumbuh dengan banyak cinta, tauladan, dan kebahagiaan yang membuat mereka menjadi pribadi yang penuh kasih, hingga tak ada celah bagi mereka mencari perhatian orang di sekitarnya dengan perilaku yang tidak bisa diterima lingkungan.

Pribadi anak ini unik. Ia dianggap aneh dengan perilakunya yang lebih nyaman dengan dunianya sendiri, meskipun banyak sisi baik yang ada padanya. Ia lebih dikenal sebagai anak aneh daripada anak yang cerdas memahami situasi dan penurut. celetukan-celetukannya menimbulkan tawa bagi saya. Ia juga bisa berempati terhadap lingkungan meski jarang ia perlihatkan pada teman-temannya.

Dua hari kemudian, ia mendatangiku kembali dan bercerita, “Mami bilang enggak akan pergi ke luar kota lagi. Mami takut aku sakit lagi kayak kemarin,” wajah pucatnya kembali cerah saat mengabarkan hal itu.

Aku tersenyum sambil berkata, “Sayang, Mami sayang kamu, kamu juga sayang Mami ya, rajin sekolahnya. Enggak boleh ngambek lagi kalau disuruh belajar,” bujuk saya padanya karena teringat kejadian beberapa waktu sebelumnya saat ia ngambek tak mau belajar di kelas :).

Hikari’s home, 14 Agustus 2014

04:43

Note: Untuk setiap orang tua, istimewakanlah mereka di harimu layaknya harapan yang terus kau panjatkan pada Allah saat menanti kehadiran mereka di hidupmu :). Jagalah setiap titipan pemberian Allah dengan sebaik-baiknya agar mereka bisa kembali ke Surga dengan bahagia dan berkata, orang tuaku mendidikku hingga ke Surga :).

Foto saat parodi pantun di kelas 4 🙂

Foto Parodi Pantun kelas 4 :)

Tinggalkan komentar