Ibu Perlu Menangis
20 Februari 2022, Kochi jatuh dari baby walker di teras rumah. Ibu, Dhe Roh, dan Bu Lik Sari di dapur semua. Seingat Ibu, sebelum meninggalkan Kochi di ruang tengah, Ibu yakin sudah mengunci pintu depan. Pagi itu, Ibu menyiapkan air mandi Kochi. Biar aman, Kochi ibu taruh di baby walker ruang tengah bersama Mas Arsyad yang baru bangun tidur. Tak lama, Ibu dan Dhe Roh mendengar suara Kochi menangis. Ibu langsung ke ruang tengah, Kochi tak ada.
Mas Arsyad yang masih di tempat tidur bertanya, “Kochi apa di depan, Dhe?”
Ibu langsung berlari ke teras rumah. Benarlah Kochi jatuh telentang di halaman rumah. Arsyi menangis kencang sekali. Ibu langsung histeris, ikut menangis kencang sambil menggendong Kochi ke belakang. Dhe Roh berusaha menenangkan Ibu.
“Sudah, Nur. Sudah,” ucap Dhe Roh sambil mengelus punggung Ibu.
Ibu menangis lebih kencang lagi mengingat Kochi jatuh dari teras yang tinggi. Ibu sedih sekali membayangkan sakitnya Kochi terpelanting.
“Kok kamu nggak jaga Kochi sih, Syad?” tanya Ibu ke Mas Arsyad yang kebingungan.
“Kok nyalahin Arsyad? Arsyad masih kecil, Mbak. Tadi Mbak Nur ke mana?” Bulik Sari ikut teriak.
“Nggak nyalahin. Cuma tanya,” teriak Ibu penuh amarah. Ibu kecewa dengan diri sendiri, tidak bisa jadi Ibu yang baik.
Kochi yang sudah diam tangisnya, ikut menangis lagi. Dhe Roh kemudian meminta Kochi.
“Kamu berhenti nangis dulu. Kochi kugendong dulu,” ucap Dhe Roh.
Tetangga-tetangga mulai berdatangan bertanya kenapa. Dhe Roh yang menjawab, Kochi jatuh dari baby walker.
Ibu menangis sejadinya di kamar. Ibu sedih sekali. Rasa tak berdaya dan sakit hati memenuhi Ibu. Selesai menangis, Ibu mencari Kochi yang dibawa Dhe Roh. Kochi sudah diam menangis, kemudian Ibu memandikan Kochi.
Selesai Kochi mandi, dada Ibu terasa lega. Oh ternyata Ibu perlu menangis. Selama ini, Ibu berusaha sekali menahan tangis. Ibu menyimpan semua ketakutan, kesedihan, kemarahan, dan sakit hati sendirian. Ibu tidak bicarakan lagi, tapi sungguh menyiksa. Ibu tidak boleh mengeluh dan harus kuat. Ibu harus tetap hidup dan berjuang kembali demi kamu. Entah mulai dari mana.
Ibu berusaha sekali menahan tangis. Cukuplah ratapan tangisan Ibu yang memohon dengan penuh kesedihan itu terjadi di dalam mimpi. Tidak lagi menangis saat Ibu bangun. Kadang Ibu terbangun dengan mata basah, air mata yang masih mengalir. Oh rupanya, Ibu menangis sungguhan ketika bermimpi. Meskipun sudah berjanji tidak menangis, Ibu tetap menangis saat salat, berdoa, dan hujan turun. Ibu tidak berdaya dan ketakutan membayangkan masa depan kita. Takut. Allah tolong kuatkan Ibu lagi.
Ngawi, 1 April 2022